Alunan musik tanpa genre keluar
dari moncong knalpot kendaraan anak-anak muda. Ondel-ondel bergoyang ke kanan
dan ke kiri berusaha menghibur anak-anak kecil yang sedang digendong orang
tuanya masing-masing.
Adzan magrib berkumandang. Malam
hari berkuasa. Apapun itu tak menggubris keriangan banyak orang. Malam itu
banyak orang menghabiskan waktunya di kaki rumah susun dan apartment mewah yang
berjejer ibarat sedang melakukan baris-berbaris.
Para pedangang tanpa menghiraukan
debu liar yang bergoyang bebas di jalan tetap menjajakan seluruh dagangannya.
Gadis-gadis centil keluar rumah ikut menghidupkan suasana malam itu
bersama-sama. Gadis-gadis itu ada yang bersama pasangannya dan terkadang juga berkendaraan hanya seorang diri ataupun
dengan teman sesama jenisnya.
Terowongan dekat Gandhi School |
Itulah sabtu malam di sekitar
masjid Akbar Kemayoran. Menjadi bandar keriangan anak-anak muda setempat maupun
yang dari luar Kemayoran. Mereka merajai jalanan dengan semangat plural, tak
mengenal perbedaan lagi. Yang ada saat itu bahagia.
Orang-orang yang mengunjungi
tempat itu biasa menyebutnya masjid Akbar, walaupun mereka hanya
bersenang-senang di sekitar masjid tersebut, bukan ingin beribadah. Tapi apalah
daya, sabtu malam adalah malam yang dinantikan para pemuda bahkan oleh para
pekerja yang ini melepas penat.
Kadang para aparat, seperti
Satpol PP, dengan mobil baknya yang mengkilap mengunjungi tempat itu. Mereka
bukan ingin bermain-main tapi memperhatikan suasana malam itu, dikhawatirkan
ada kejadian yang merusak suasana riang.
Siang di hari itu di sekitar
masjid Akbar ibarat sebuah tubuh yang sedang mati suri, sedangkan malam hari
adalah kebalikannya sebuah kehidupan besar dengan nafas baru. Sore hari
menggambarkan proses kehidupannya.
Terlihat orang-orang yang
berjalan kaki dengan santai di malam hari merasakan panas udara hingga mereka
tak tahan untuk mengusapkan tangan ke kening mengusir keringat yang mengusik.
Pelayan di tenda-tenda warung
makan tak terlihat sedang duduk santai. Mereka sibuk tiada henti melayani para
pengunjung yang selera makannya muncul karena banyak menu sedap yang
ditawarkan.
Suasana ini berakhir hingga jam
satu bahkan jam dua pagi.
Akhir minggu juga merubah jalan
menjadi tempat pembuangan sampah. Entah sampah apapun itu, yang pasti penyapu
jalan tidak sebentar membersihkan itu semua.
Setelah sepi, saat subuh, masjid
Akbar kembali fungsinya menjadi tempat ibadah. Di sekitarnya senyap. Matahari
kembali bertugas membantu para pelari di pagi hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar