“Kamu jangan pernah memberikan baju
atau, sebaliknya, memberikan baju ke pacar kamu. Karena dengan berbuat
hal tersebut kamu bisa putus sama pacar kamu.” Begitulah kira-kira
nasihat seorang classmate saya saat sedang berbicara tentang asmara.
Tapi saya rasa nasihat tersbut bisa menjadi benar kalau kita memberikan
baju kepada pasangan kita dengan yang ada gambar-gambar melecehkan atau
sejenisnya. Dan, menurut classmate saya, ini adalah warisan tradisi yang
dia terima dari omongan orang-orang terdekat.
Mitos serupa juga pernah saya jumpai
waktu itu. Misalnya, kita tidak boleh foto berdua dengan pacar kita,
karena bisa menjadi sebab kita putus cinta. Dua cerita ini, tentu saja,
memberi sebuah bentuk paranoid bagi kawula muda yang sedang berada di
manisnya sebuah asmara. Saya, jika punya pacar, tentu saja takut untuk
melanggar apa yang ada di dua cerita tersebut, tapi rasio yang sehat
menolak kedua cerita tersebut.
Percaya tidak percaya itu menjadi hak
saya selama tidak bersinggungan dengan kitab suci dan hadits dari para
manusia suci. Tentu pembicaraan tersebut dapat digolongkan sebagai
mitos, karena ada dalam posisi irrasional. Ungkapan tersebut menjadi
mitos atau, kita sebut saja, irrasional karena kita tidak mendapati
relasi antara pemberian dan putus cinta. Kadang juga, karena kegalauan,
akal menerka-nerka dan mencari sebab terjadinya sesuatu (sebagai
akibat) yang pada awalnya tidak disebabkan oleh hal yang kita anggap
sebagai sebab, misalnya memberikan baju baru, mahal, keren, ekslusif,
kepada pacar kita.
Seandainya ada kasus seperti ini,
misalnya, “saya memutuskan hubungan cinta dengan pacar saya karena dia
memberikan saya baju. Padahal saat dia memberi baju itu ikhlas dan tanpa
pamrih, lho.” Mungkin akal saya juga mempertanyakan, kenapa saya harus
memberikan sebuah afirmasi ‘putus cinta’ dengan pacar saya karena dia
telah memberikan baju kepada saya?. Pertanyaan seperti ini harusnya
dijadikan pertanyaan mendasar terhadap mitos irrasional itu.
Memberikan baju adalah bukan kausa-nya –secara esensial- putus cinta. “Memberikan” sebagai aksi eksis di alam eksternal, begitu juga “memutus”
hubungan cinta. Kausa esensial menjadikan efeknya muncul secara
esensial. Misalnya matahari dan sinar. Relasi ini bersifat esensial,
walaupun kita masih menciptakan sebuah divisi hasil dikotomi dari
matahari an sich dan cahaya an sich. Dua konsep ini juga menandakan ada
dua eksistensi, yaitu sebab dan akibat.
Hukum kausalitas dalam filsafat menjadi
masalah primer. Tidak hanya di tradisi filsafat islam, tetapi juga
tradisi filsafat barat. Bahkan bagi orang yang menolak, misalnya David
Hume, tetap menjadi masalah penting, walau pengkajiannya menolak hukum
kausalitas ini.
Anggapan memberi baju itu dapat
mencederai hubungan percintaan adalah sebuah penerimaan hukum
kausalitas. Tapi, kita mesti sadar bahwa penerimaan hukum ini masih
berada dalam primary intelligible, maksudnya manusia menyadari ada
hubungan kausa dan efek. Dan, seperti matahari dan cahaya, hubungan
eksistensial itu berada dalam tahap secondary philosophical
intelligible. Intelligible yang disebut terakhir ini perlu pada
pengamatan yang fokus. Kerja filosofis ini, dalam istilah Kant, bernama
sintesis aposteriori di mana pikiran mengenali eksisten objektif dan
menganalisis sifat eksisten tersebut.
Jadi classmate saya, sepertinya, belum
melakukan pengamatan mendalam terhadap statement mitos tersebut.
Seandainya itu bukan mitos melainkan keniscayaaan kausalitas mungkin
akan ada banyak orang menjadi paranoid untuk memberikan baju untuk para
kekasihnya. Atau bisa jadi kita memberikan predikat “calon single”
kepada semua orang yang barus saja memberikan baju kepada para
kekasihnya. Inilah
Kiranya penting menghidupkan tradisi
“sedikit” menggunakan pikiran atau dengan kata lain rasional untuk
menganalisis objek eksternal untuk mencari atau bisa juga menetapkan
(qualified) kausa maupun efeknya. Dengan begini kita bersyukur masih
bisa menggunakan ‘modal’ terbesar dalam hidup, yaitu akal. Dan juga
dengan filsafat kita masih bisa menghindari diri dari mitologi lalu
dengan leluasa menuju kepada realitas yang sedang kita hadapi.
Ngado cowo baju itu bisa menyebabkan putus gak? Kan abis ini ulang tahun tapi Aku denger" kabanyakan bilang gitu kalo ngasih cowo baju bisa putus?
BalasHapusmitosnya, kan, seperti itu. saya yakin aja putus atau ga putus itu masalah hubungan yang dijalin pasangan kasih
Hapus